JMN-Jakarta, Sepekan terakhir kita Kembali dihebohkan oleh aktifitas Peretas (hacker) Bjorka yang melakukan doxing atau penyebaran data pribadi sejumlah Pejabat pemerintah mulai dari Menkominfo Johnny G. Plate, Menteri BUMN Erick Toir, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Ketua DPR RI Puan Maharani serta beberapa pejabat lainnya.
Aktifitas Bjorka menjadi perbincangan netizen di dunia maya, hingga menjadi viral pada laman berbagai platform media sosial. Bjorka sangat memahami karakter netizen Indonesia yang super aktif dan adiktif pada konten sensasional. Dalam dunia Medsos viral merupakan puncak dari aktifitas netizen. The power of netizen telah membuktikan hal itu.
Doxing merupakan tindakan mengungkapkan informasi identitas seseorang secara online, seperti Nomor kependudukan (NIK), nama asli, Profesi, alamat rumah, nomor telepon, transaksi keuangan, dan informasi pribadi lainnya. Data tersebut kemudian diungakpka ke publik tanpa persetujuan korban. Tujuan praktik ini salah satunya untuk melemahkan mental lawan di dunia maya. Doxing lazim menyerang public figure dengan tujuan menjatuhkan /melemahkan figure tertentu.
Doxing tentu bukan Fenomena baru. Namun yang menjadi keresahan kita adalah kenapa hal tersebut masi saja terjadi? pejabat negara dengan fasilitas proteksi yang diberikan negara dengan mudah dibobol dan diumbar secara bebas ke publik. Lalu, Bagaimana dengan keamanan masyarakat umum (netizen) itu sendiri? Bagaimana dengan oknum lain yang melakukan penyalahgunaan data pribadi secara diam-diam tanpa dipublikasi seperti yang dilakukan Bjorka?
Hingga saat ini (Selasa/13/09/2022) Komisi I DPRRI dan Pemerintah tengah membahas Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang selangkah lagi akan disahkan menjadi landasan hukum dalam melindungi data pribadi masyarakat Indonesia. RUU PDP akan dan menjadi regulasi yang kuat dalam proteksi data pribadi, pencegahan dan penanganan kasus penyalahgunaan data pribadi.
Bebarapa poin penting yang tekandung dalam RUU PDP diantaranya; data pribadi yang dilindungi dibagi menjadi dua, yakni data umum dan spesifik (Pada pasal 4). Data umum meliputi nama lengkap, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama, perkawinan, dan data pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang. Sementara data spesifik meliputi informasi kesehatan, biometrik, genetika, catatan kejahatan, data anak, hingga keuangan pribadi.
Terkait Pencegahan kebocoran data pribadi, pengendali data pribadi wajib mendapatkan persetujuan dari pemilik data pribadi secara eksplisit (Pasal 20). Kemudian, pengendali data pribadi juga wajib menyampaikan informasi mengenai legalitas dari pemrosesan data pribadi, tujuan pemrosesan hingga memenuhi semua hak-hak pemilik data pribadi (Pasal 21).
RUU PDP juga memberikan sanksi atas pelanggaran data pribadi. Pelaku yang mengumpulkan, mengungkapkan atau menggunakan data pribadi orang lain secara melawan hukum akan dikenakan pidana paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar. Sementara pelaku yang membuat data palsu untuk keuntungan pribadi atau orang lain akan dikenakan pidana paling lama 6 tahun dengan denda maksimal Rp 6 miliar. Selain hukuman pokok, pelaku juga dijatuhi pidana tambahan berupa perampasan kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana.
Dengan disahkannya UU PDP setidaknya menjawab kebutuhan regulasi yang komprehensif melindugi data pribadi sebagai bagian dari hak asasi manusia, keseimbangan dalam tata kelolah data, membangun ekosistem digital yang aman dan memberikan kepastian hukum pada pelaku bisnis dan meningkatkan kepercayaan masyarakat pada sector digital Indonesia.
Proteksi pada data pribadi tentu tidak cukup hanya dengan pembentukan regulasi dari Negara. Regulasi tidak akan berjalan maksimal ditengah kompleksitas dunia digital/Cyber. Perlu fullsuport dari Masyarakat karena masyarakat adalah data itu sendiri, netizen adalah data. Masyarakat adalah Obyek penyalahgunaan data. Data akan sagat rentan tanpa proteksi diri sumber data.
Upaya proteksi diri dari sumber data (Masyarakat) menjadi sangat penting. Pengendalian diri dalam menggunakan platform digital sangatlah peting. Kontrol terhadap proses akses internet ada pada pribadi masing-masing. Pihak Pertama yang memproteksi data pribadi adalah diri sendiri. Perkuat literasi digital secara mandiri adalah hal yang penting.
Penggunaan internet melaui media sosial telah menjadi rutinitas. Proses produksi konten (Upload), komentas (Coment), Membagikan (share), Menyukai (Like) dan Menyimpan (Save/Download) adalah aktifitas data. Keseluruhan aktifitas tersebut terekam dalam data yng lebih besar (Big data). Untuk itu tetap cermat dan cerdas menggunakan platform digital, pastikan tidak membagi username dan password account ke pihak lin, hindari mengakses (klik) link yang tidak dibutuhkan yang kerap muncul di media sosial, disebar dalam grub Whatssap dan platform komunikasi berbasis intenet lainnya. (JMN)


